oleh: M. Ali Fauzi
Stephen R. Covey pernah diminta mengisi tentang manajemen stress. Di hadapan peserta pelatihan, Covey membawa gayung ke depan dan mengisinya dengan air. Salah seorang peserta diminta maju dan mengangkat gayung tersebut. Covey bertanya apakah gayung tersebut terasa berat? Peserta tersebut menjawab tidak. Covey memintanya terus mengangkat selama satu jam. Apakah masih ringan? Peserta tersebut menjawab agak berat. Covey memintanya lagi mengangkat selama tiga jam. Kemudian, peserta tersebut mengatakan bahwa gayung tersebut sangat berat. Tangannya terasa kaku. Apa yang sebenarnya terjadi?
Apa yang diungkapkan Stephen R. Covey sungguh mengagumkan. Dia mengungkapkan bahwa berat ringannya suatu masalah bukan pada masalahnya itu sendiri. Akan tetapi pada bagaimana kita mengelola dalam menyelesaikannya. Sebagaimana contoh di atas, sebenarnya gayung berisi air tersebut ringan. Akan tetapi, karena diangkat dalam waktu yang lama, maka terasa sangat berat. Akibatnya juga pada tangan kita yang terasa sakit.
Demikian halnya dengan masalah. Sebenarnya banyak sekali masalah yang ringan untuk menyelesaikannya. Seringkali yang kita lakukan adalah kita berlarut dan terus membawa masalah tersebut berhari-hari. Akibatnya, seolah masalah tersebut sangat berat.
Tidak hanya itu, terkadang ada pemikiran bahwa masalah yang kita anggap berat tadi seolah-olah jawabannya harus rumit. Sehingga kita tidak percaya apabila jawaban atas masalah tersebut begitu sederhana.
Maka, sebagai guru, tugas kita adalah menjadikan tugas harian kita menjadi tidak berat. Sarannya adalah saat pulang ke rumah, letakkan semua pekerjaan di sekolah dan jangan dibawa pulang. Agar kita bisa mengangkatnya kembali esok dengan tenaga yang lebih baru.
Begitu juga dengan liburan guru. Setelah setahun berjibaku dengan administrasi pembelajaran, mengoreksi hasil ujian, sampai menyiapkan rapot siswa, maka apakah yang diperlukan seorang guru agar bisa mengistirahatkan sejenak pikirannya?
Apapun pilihannya, asalkan benar-benar melepaskan tugas-tugas sekolah, maka akan berdampak positif. Agar di tahun ajaran baru, kita memiliki tenaga baru memulai dengan lebih baik.
Yang dibutuhkan adalah liburan psikologis. Selama satu tahun, guru harus berjuang secara psikologis mendampingi siswa, menuntaskan bahan ajar, dan berjuang melawan tekanan atasan dan seterusnya. Istirahatkan sejenak! agar kita memiliki kemampuan melupakan masalah tahun sebelumnya, mengambil pelajaran penting, lalu memberikan tenaga baru untuk tahun berikutnya.
Membaca Novel, Bertemu sahabat lama untuk membangun jaringan, menonton film, pulang kampung untuk menengok orang tua, atau apa saja.
Wahai para guru, Anak dan siswa dengan segala keunikannya sudah menunggu nasihat dan motivasi dari kita di tahun berikutnya. Maka, Liburkan diri beberapa saat. Agar Ketenangan tersebut membawa kembali kekuatan yang lebih baru, yang lebih menyegarkan, dan lebih mencerahkan bagi kita dan generasi bangsa ini.