
Oleh : Ali Fauzi
Seorang guru, suatu siang di saat jam istirahat sekolah, bertanya kepada rekannya.
Inilah percakapannya.
A: Bagaimana jika seorang guru tidak membaca buku sama sekali dalam tiga tahun terakhir?
B: Tidak masalah. Tidak ada aturan keguruan yang dilanggarnya. Toh, buktinya sangat banyak guru yang seperti itu dan guru tersebut biasa-biasa saja dan sekolah tempatnya mengajar berlangsung bertahun-tahun seperti biasa juga.
A: Tapi kan zaman sudah berubah. Kok guru tidak membaca buku sama sekali tidak masalah?
B: Ya, tetap tidak masalah. Guru tidak sempat membaca tidak akan bermasalah jika sekolah atau lembaga tersebut masih menelenggarakan pelatihan guru setidaknya satu tahun satu kali. Pelatihan atau pembekalan guru boleh dari mana saja. Asal ada pembinaan.
A: Bagaimana kalau guru tersebut berada di sekolah yang tidak pernah ada pembinaan atau pelatihan guru?
B: Boleh saja, asal ada kelompok kerja guru. Ada waktu sharing tentang pendidikan antar guru. Tidak harus pelatihan. Kalau tidak sempat membaca buku, tidak ada pembinaan guru, hal-hal tentang pendidikan bisa didapat dari rekan kerja. Dengan catatan, kelompok kerja guru atau berbagi ilmu antar guru tidak melulu membahas nilai standar minimal dan hanya membahas tentang soal ulangan. Materinya harus merambah ke metode pembelajaran, inovasi dan informasi pendidikan, dan pengembangan kependidikan lainnya.
A: Faktanya, banyak guru yang tidak lagi membaca buku kecuali buku pelajaran. Guru tersebut berada di sekolah yang tidak pernah mengadakan pelatihan dan pembinaan guru, juga tidak memiliki waktu untuk mengadakan kelompok kerja guru apalagi berbagi ilmu antar guru. Terus bagaimana?
B: Tidak masalah. Guru tersebut bisa menambah pengetahuan kependidikannya dari koran atau internet. Saat ini, internet sudah melebihi buku dalam menyajikan pengetahuan dan informasi. Justru, guru yang senang mengakses internet adalah guru masa kini. Banyak fasilitas pembelajaran mulai dari media, alat peraga, audio, video, hingga berita-berita yang bisa dijadikan sebagai pendukung proses belajar.
A: Kalau guru hanya menggunakan internet sebagai media sosial saja?
B: Boleh saja. Setidaknya guru tersebut melek teknologi. Di media sosial, banyak juga komunitas guru dan komunitas-komunitas pendidikan yang bisa kita manfatkan. Meskipun juga, di media sosial juga sangat banyak berita bohong atau “hoax”. Minimal, guru yang bermedia sosial adalah guru yang “mengikuti zaman”.
A: Kok, saya sering menjumpai seorang guru yang tidak meng-upgrade diri, tidak ada fasilitas pembinaan dari sekolah, bisa internet hanya untuk pasang status dan bukan membaca informasi dan pengetahuan, tapi sekolahnya bertahan dan berjalan seperti biasa saja.
B: Ingat, setiap sekolah memiliki jadwal supervisi terhadap gurunya. Ada penilaian baik dari kepala sekolah maupun dari dinas pendidikan. Jika supervisi berjalan baik, maka akan sangat bermanfaat. Namun, jika supervisi berjalan sebagai formalitas saja, proses dan administrasinya dimanipulasi dan tidak dibiarkan berjalan seperti biasa, maka tidak akan banyak memberikan nilai positif bagi guru. supervisi harus berkala dan terus menerus. Itulah proses belajar guru.
A: Jika guru tidak mendapatkan semuanya, apa yang bisa kita harapkan?
B: Dua hal penting yang harus dimiliki guru jika tidak memiliki kemampuan meng-upgrade diri. Yaitu sikap baik dan peduli.
Dengan sikap diri yang baik, guru bisa menjadi teladan bagi muridnya. Ketika guru menginginkan anak didiknya bersikap jujur, maka dia bisa mencontohkan dirinya. Setiap murid akan melihat apa yang dilakukan gurunya. Sikap konsisten guru dalam berbuat baik dapat menginspirasi murid-muridnya untuk berbuat baik pula.
Dengan peduli, seorang guru bisa menyapa murid, memberikan kasih sayang, dan memeluk erat dalam kebaikan. Dengan rasa peduli, guru bisa mengingatkan murid yang berbuat tidak baik, bisa menegur jika ada kesalahan.
Dengan peduli, guru bisa menularkan kasih sayang kepada orang lain, kemudian tegas menolak terhadap segala macam bentuk bibit-bibit kekerasan. Dan seterusnya.
A: Tapi, menurut saya pasti ada efek kepada murid jika seorag guru sudah berhenti belajar dan meng-upgrade diri.
B: Pasti. Efeknya sangat terasa.
A: Terus, bagaimana dengan kondisi dimana sulitnya guru dalam beradaptasi dengan kurikulum baru? Itu biasanya terjadi pada guru yang bagaimana?
Bel pun berbunyi sebagai tanda masuk kelas.
B: Ok…. Yuk kita masuk kelas.
“Seseorang mulai menjadi bodoh ketika dia berhenti belajar”.
Salam
Author: Ali Fauzi
Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.