
Oleh: Ali Fauzi
Masih ingat dengan teori broken windows?.
Broken windows merupakan buah pikiran kriminolog James Q. Wilson dan George Kelling. Mereka berpendapat bahwa kriminalitas merupakan akibat tak terelakkan dari ketidakteraturan.
Teori ini berasumsi bahwa jika jendela sebuah rumah pecah namun dibiarkan saja, siapapun yang lewat cenderung menyimpulkan pastilah di situ tidak ada yang peduli atau bahwa rumah tersebut tidak berpenghuni.
Ini adalah teori epidemi untuk kejahatan. Peristiwa penodongan, penjambretan, dan pembunuhan beberapa tahun yang lalu di New York, ternyata diawali oleh pembiaran dan ketidakpedulian terhadap hal-hal kecil seperti aksi corat-coret tembok sembarangan. Ketika aksi-aksi yang dianggap sepele tidak mendapat perhatian, maka akan sangat cepat mewabah diikuti oleh banyak orang dan akan memicu kejahatan yang lebih besar.
Peristiwa-peristiwa memilukan dalam dunia pendidikan adalah sebuah potret. Ada murid menganiaya guru, murid menantang guru, orangtua murid menganiaya guru, memenjarakan guru, guru bersikap asusila, kecurangan dalam ujian, bully antar teman, pelecehan, kekerasan lainnya, dan seterusnya masih banyak lagi.
Mari kita lihat potret di atas menggunakan teori broken windows. Mari kita mulai mengingat dan berpikir tentang hal apa saja yang kita acuhkan selama ini.
Potret bullying di sekolah. Kasus ini tidak pernah berhenti dan sangat sulit berkurang, jangan-jangan kita sering membiarkan ketika ada kakak kelas menganggap adik kelas sebagai suruhan atau kacung. Mendiamkan ketika ada yang mengancam temannya. Mengacuhkan saat kakak kelas menyuruh adik kelas melakukan hal-hal konyol. Membiarkan ada siswa tertentu dikucilkan di kelas. Membiarkan kakak kelas menghukum dengan kekerasan yang tidak mendidik. Bahkan, jangan-jangan murid sering menyaksikan guru yang menghina murid lain di depan umum. Dan masih banyak lagi.
Pemicu lain bisa datang dari lingkungan. Dari manapun pengaruhnya, jika guru di sekolah dan orang dewasa selalu mendiamkan dan tidak peduli dengan hal-hal kecil itu, maka akan menjadi wabah. Orang lain akan melakukan hal yang sama. Jika terus dibiarkan, kemungkinan menimbulkan kejahatan yang lebih besar akan terjadi.
Kasus korupsi. Maraknya kasus korupsi, jangan-jangan kita sering mengizinkan kecurangan dalam ujian. Kita mendiamkan proses tidak wajar dalam seleksi masuk sebuah sekolah. Mencontohkan proses suap dalam meraih prestasi tertentu. Dan seterusnya.
Mari kita mengingat sendiri untuk kasus-kasus lain. Selidiki dan renungkan, apa masalah kecil dan sepele yang sering kita acuhkan selama ini.
Teori broken windows didasarkan pada premis bahwa sebuah epidemi dapat dibalikkan, diatasi, diguncang, lewat penanganan masalah-masalah kecil yang terjadi di lingkungan yang bersangkutan. Inhgat, menurut teori tersebut, pelaku kejahatan melakukannya dengan sangat sadar. Bahkan cenderung orang yang sangat peka terhadap lingkungan.
Pelakunya melihat pola dan simbol di lingkungannya. Jika kaca jendela yang pecah dibiarkan dan diacuhkan, maka orang akan memecahkan kaca-kaca yang lain. Toh, tidak ada yang peduli dan melaporkan. Jika bibit-bibit ketidak baikan didiamkan, maka dia akan mengulangi dan mencoba ketidakbaikan yang lain.
Kalau kita berpikir bahwa sia-sia saja mencemaskan hal-hal kecil seperti buang sampah sembarangan ketika sekolah hampir tutup karena jumlah murid yang menurun, maka waspadalah. Hal-hal kecil yang tidak baik adalah simbol kebobrokan sistem yang lebih besar.
Sekali lagi, mari mulai peduli. Ketika kita mendiamkan atau bahkan mencontohkan rasa tidak hormat kepada orang lain, baik melalui cuitan media sosial atau secara langsung, maka akan menjadi epidemi yang mewabah dengan cepat. Akan muncul semakin banyak orang tidak hormat terhadap siapapun.
Mulailah dari menangani hal-hal kecil dengan tegas! Mulailah menyapa anak dengan ramah, menegur langsung jika ada kebohongan, menindak jika ada ancaman, dan menunjukkan kepedulian dan kasih sayang kepada siapapun.
Sekali lagi,
Mulailah menangani hal-hal kecil. Karena yang kecil pun bisa membesar dan yang besar bisa mengecil. Apa ayo….
Author: Ali Fauzi
Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.