
Oleh : Ali Fauzi
Duckworth berbicara dalam forum TED tentang teori dalam buku ini. Videonya telah ditonton lebih dari 13,5 juta kali. Kini, bukunya bisa kita nikmati.
—
Ketika disebutkan nama Mozart, Bill Gates, Steve Jobs, dan B.J. Habibie, maka respon pertama yang sering terdengar adalah “mereka adalah jenius, cerdas, dan berbakat”. Betul. Mereka memang demikian. Kecerdasan mereka telah menginspirasi kita semua.
Sayangnya, sebagian dari kita menerima inspirasi dengan cara yang tidak lengkap. Sehingga kita merasa dilatih bertahun-tahun bahwa tokoh-tokoh itu adalah manusia ajaib dan hebat karena mereka cerdas sejak lahir. Bakat mereka adalah bakat bawaan.
Sering dilewatkan, misalnya, bahwa Mozart—musisi jenius terhebat sepanjang masa—baru menciptakan karyanya yang paling hebat setelah berkarya selama lebih dari dua puluh tahun, sebagaimana dicatat oleh psikolog Michael Howe dalam bukunya Genius Explained.
Belum lagi proses panjang Bill Gates. Ketika Malcolm Gladwell mengulas tentang Kaidah 10.000 jam-nya psikolog K. Anders Ericsson, Gladwell mencatat bahwa ketika Gates keluar dari Harvard dan mencoba mendirikan perusahaan software-nya sendiri, Bill Gates telah berlatih membuat program dan aplikasi secara nonstop selama tujuh tahun lamanya.
Ketika inspirasi tidak lengkap, proses panjangnya tidak tersampaikan, maka implikasinya juga tidak baik. Sebagian dari kita masih mengagungkan tes IQ dan masih menjadikannya ukuran kecerdasan. Di beberapa sekolah, murid dikelompokkan berdasarkan hasil tes dan nilai tertentu. Bahkan, tes masuk sekolah sudah diadakan sejak TK. Dan masih banyak lagi implikasi yang lain.
Pertanyaannya, apakah ada bakat bawaan? Puluhan tahun psikolog berdebat, dan semua akhirnya bersepakat menjawab iya. Pertanyaan berikutnya, apakah bakat bawaan menjadi jaminan kesuksesan? Tidak. Berdasarkan penelitian justru peran bakat bawaan semakin lama semakin sedikit terhadap kesuksesan tokoh-tokoh besar.
Buku ini hadir menjawab itu semua. Buku ini menyajikan alasan-alasan ilmiah psikologis kenapa bakat tidak menjamin kesuksesan. Angela Duckworth, penulis buku ini, merupakan profesor psikologi ternama yang mencoba menggabungkan penelitian psikologis selama beberapa dekade dengan kisah-kisah sukses di berbagai bidang di dunia, kemudian menunjukkan kunci kesuksesan kepada kita.
Mudahnya terucap dan kemudian kita mengatakan “anak berbakat” ketika melihat kehebatan seseorang, bisa mengambil alih sebagian besar perhatian kita. Akhirnya, kita memiliki reflek lebih memilih untuk memuji bakat ketimbang proses.
Inilah yang sangat dikhawatirkan oleh Carol S. Dweck dalam bukunya yang sangat laris dan terkenal, Mindset. Menurutnya, hindarilah memuji kecerdasan dan bakat seseorang. Mulailah lebih banyak memuji usaha dan proses yang sudah dilakukan agar setiap anak memiliki mindset yang tumbuh.
Angela Duckworth, dalam buku ini, telah melanjutkan dan melengkapi pemikiran Dweck di bidang psikologi kesuksesan. Buku ini ditulis berdasarkan penelitian bertahun-tahun dan dari kisah-kisah menarik orang-orang sukses, dan membuat buku ini menjadi sangat menarik. Ya, kisah sukses di mana saja; di sekolah, seni, olahraga, bisnis, militer, dan berbagai bidang lainnya.
Buku ini menjadi penting karena masih banyak guru, orangtua, calon orangtua, pemimpin-pemimpin bisnis, dan pelatih di bidang apapun masih berkeyakinan bahwa bakat bawaan penentu kesuksesan. Masih banyak yang lebih memilih melihat hasil tes tulis sebagai ukuran kesuksesan anak. Seharusnya, kita sudah mulai beralih kepada proses dan upaya dengan karakter yang disebut “GRIT”, sebagai tolak ukur pembawa kesuksesan.
Grit dalam buku ini diterjemahkan dengan ketabahan. Bisa juga kita artikan dengan kegigihan. Berdasarkan penelitian, orang-orang sukses tidak hanya berbakat, mereka lebih memiliki tekad kuat, arah yang jelas, dan kombinasi antara hasrat atau gairah dan kegigihan kuat yang disebut grit.
Sederhananya adalah bahwa orang-orang sukses yang berada di puncak, ternyata mereka tidak hanya berlatih lebih keras dari orang lain. Mereka juga memiliki kegigihan dan ketabahan. Pada akhirnya, mereka yang lebih mudah sukses adalah mereka yang bersedia bertahan, menunggu badai berlalu, dan mencoba lagi dan lagi. Inilah kunci kesuksesan yang bernama GRIT.
Bahkan, di sekolah juga sama. Sebagaimana dialami oleh penulis buku ini, bahwa kesuksesan di sekolah juga tidak terkait dengan bakat. Kesuksesan pada akhirnya diraih oleh anak-anak yang memiliki tingkat ketabahan dan kegigihan yang tinggi.
Siapapun yang memiliki grit, maka akan lebih dekat kepada kesuksesan. Uniknya lagi, dalam buku ini terdapat rumus kesuksesan. Bakat x upaya = keterampilan. Kemudian, keterampilan x upaya = prestasi. Dan kita akan bisa mengukur tingkat ketabahan kita melalui contoh dalam buku ini.
Dengan demikian, apakah semua orang bisa menjadi seperti Michael Phelps atau Mozart? Tidak, karena memang ada keunggulan anatomis tertentu yang tidak bisa dilatih. Anda tidak bisa berlatih untuk mendapatkan badan yang tinggi. Akan tetapi, buku ini meyakinkan bahwa sukses tetap bisa diraih dan diusahakan oleh siapa saja yang berusaha dengan cara yang tepat.
Ketika tes IQ ditemukan Alfred Binet, maka banyak yang salah menggunakannya. Muncullah kecerdasan tunggal sebagai ukuran, yakni IQ. Tahun 1983, Gardner menerbitkan buku yang berjudul Frames of Mind. Melalui buku inilah, kecerdasan memiliki spektrum yang lebih luas. Ya, setidaknya ada tujuh tipe kecerdasan dasar. Teori ini kemudian meluas dan terus berkembang hingga muncul kata kuncinya yaitu multiple intelligences.
Dengan multiple intelligence, kini sebagian besar orang telah meyakini bahwa cerdas tidak hanya diukur dari nilai di sekolah. Masih banyak kecerdasan-kecerdasan lain.
Sukses dimulai dari mana?
Pertama, temukan minat. Temukan pekerjaan yang anda cintai. Tapi itu saja tidak cukup. Minat yang muncul di tahun-tahun awal, menurut psikolog Benjamin Bloom, sangat rapuh. Butuh pemeliharaan dan perbaikan bertahun-tahun. Maka menumbuhkan minat anak membutuhkan dorongan menarik yang lama. Bagi guru dan pelatih, inilah pentingnya proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Proses pada tahap ini akan menguji dan mencari tahu apakah mereka ingin berkomitmen atau menyerah.
Kedua, latihan. Meskipun untuk sukses memang membutuhkan waktu latihan yang lebih banyak, tapi kuantitas saja tidak cukup. Butuh bimbingan dari ahli atau pelatih yang akan memberikan umpan balik. Dengan mengetahui ilmunya, maka latihan-latihan cerdas dan terfokus akan bisa menghasilkan penyesuaian yang cepat untuk kesuksesan.
Pada tahap ini, orang-orang sukses berkeyakinan bahwa kegagalan merupakan bagin penting dari proses.
Ketiga, tetapkan tujuan. Setiap orang memiliki tujuan yang berbeda. Ada tujuan materi dan non-materi. Menetapkan tujuan adalah untuk membuat apa yang kita kerjakan menjadi lebih berarti.
Keempat, harapan. Ada pepatah Jepang: jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali.
Tidak hanya itu, buku ini merupakan kajian psikologis yang mendalam. Tidak hanya sikap dan karakter pribadi saja yang menjadi penentu kesuksesan. Buku ini dengan sangat menarik juga membahas bagaimana peran keluarga, pola asuh, dan pengaruh lingkungan bagi kesuksesan.
Penulis buku ini telah menguji dan meneliti teorinya di berbagai bidang: militer, marketing, olahraga, industri film, sekolah, bisnis, jurnalistik, kreativitas, dan banyak yang lainnya. Buku ini mengingatkan kepada kita bahwa potensi kita adalah satu hal. Apa yang kita lakukan dengan potensi kita adalah hal lain.
Inilah buku yang harus anda baca. Buku ini menunjukkan dan memberikan panduan kepada orangtua, calon orangtua, guru, siswa, pelatih, manajer, atlet, pebisnis, bahwa rahasia kesuksesan bukanlah bakat, melainkan kegigihan dan ketabahan.
Ketika anda sedang mengalami kegagalan, buku ini bisa memandu anda memulai lagi dari awal dengan gembira. Kisah-kisah sukses di berbagai bidang bertebaran sepanjang buku ini dan sangat mudah dinikmati.
Apakah GRIT satu-satunya kunci kesuksesan?, penulis menjawab di bagian akhir buku ini dan mengatakan bukan satu-satunya. Tapi karakter inilah yang melandasi sebagian besar orang-orang sukses.
“Orang yang pada awalnya paling cerdas tidak selalu menjadi yang paling cerdas pada akhirnya”, demikian kata Alfred Binet, pencipta tes IQ.
Author: Ali Fauzi
Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.
3 Comments
sangat menginspirasi artikelnya, terimaksih telah berbagi informasinya
terimakasih
Kerrreeenn… trimakasih sdh menuliskan ini dan trimakasih sdh berbagi..berkah luar biasa