PISA; Kisah Tes Terbesar Di Dunia

Share
sumber gambar: internet

Ole: Ali Fauzi

“Your education today is your economy tomorrow”, begitulah ucap lelaki yang rambutnya sudah memutih. Dia adalah Andreas Schleicher.

Schleicher-lah orang yang memimpin tes terbesar di dunia ini. Tes tersebut tidak menguji memory siswa dan kurikulum yang berbasis pengetahuan. Menurutnya, jika kita hanya mengajar dan membuat tes apa yang kita ajarkan berdasarkan hafalan, maka robot mampu melakukannya lebih baik. Ingin bukti, tanyalah google tentang sejarah, maka dia akan menunjukkan ribuan sumber sejarah dalam hitungan detik.

Schleicher adalah ilmuwan data Jerman. Dialah yang memimpin perubahan tes ini dari tes akademik yang beorientasi materi menjadi tes yang mengukur berbagai keterampilan, pola pikir, kolaborasi, empati, dan kreativitas. Dia memiliki visi ingin mengubah cara negara-negara di seluruh dunia mengajar anak-anak dan generasi mereka.

Ketika pertama kali diadakan tahun 2000 dengan melibatkan 32 negara, maka hasil tes tersebut mengguncang dunia. Bahkan, negara asal Schleicher sendiri yaitu Jerman, salah satu yang terguncang. Bagaimana tidak, Jerman dikenal sebagai negara  yang memelihara kualitas pendidikan. Berdasarkan hasil tes ini, Jerman berada di tengah-tengah saja dan menunjukkan kualitas biasa-biasa saja. Pemerintah Jerman kalang kabut dan menyebut kondisi ini sebagai “instructive disaster”.

Amerika Serikat (AS) yang dikenal sebagai super power pendidikan, dengan sistem pendidikan yang kompleks, juga mengalami guncangan karena berada pada posisi tengah. Bahkan, tahun 2006, AS sangat tidak senang dengan hasil tes tersebut. Dan sebagaimana diberitakan oleh bbc.com, AS berusaha memberikan tekanan pada lembaga penyelenggara tes. Namun akhirnya justru mendukung sangat baik terhadap tes tersebut.

Guncangan juga terjadi di Italia. Tahun 2009, nilai ujian nasional tertinggi tersebar merata di semua wilayah di negara tersebut. Begitu tes ini diselenggarakan, wilayah negara bagian utara menunjukkan hasil yang lebih tinggi ketimbang wilayah selatan.

Tes ini, sekali lagi, menunjukkan kredibilitasnya. Lembaga penyelenggara tes ini juga menunjukkan bahwa tanpa pengukuran eksternal, banyak masalah yang akan tetap tersembunyi.

Kejutan juga terjadi pada awal penyelenggaraan tes ini. Finlandia, negara yang tidak diperhitungkan, negara yang tidak memiliki ujian nasional, tidak mengizinkan PR, justru masuk lima teratas. Tidak hanya itu, dari Asia, negara-negara yang sudah  memberikan perhatian tinggi terhadap dunia pendidikan seperti Korea Selatan dan Jepang, meraih hasil baik sesuai perkiraan.

Sampai saat ini, tes terbesar ini tetap diselenggarakan. Jumlah negara yang ikut terus bertambah. Tes yang diikuti oleh 72 negara dengan melibatkan 500.000 pelajar yang berusia 15 tahun ini, kini ditunggu-tunggu oleh pemerintah pemegang kebijakan bidang pendidikan layaknya super star. Hasil tes ini sangat memengaruhi kebijakan pendidikan di berbagai negara.

Tidak hanya itu, tes ini juga mencatat bangkitnya wajah pendidikan di Asia terutama di Korea Selatan, Singapura, Hongkong, dan Shanghai. Negara-negara unggul di Asia tersebut telah menggunakan investasi pendidikan untuk mempercepat ekonomi mereka. Sekali lagi, mempertegas kata-kata Schleicher “Your education today is your economy tomorrow”.

Pada awal diselenggarakannya tes ini, banyak yang mempertanyakan, apakah adil menilai berbagai negara dengan satu macam tes? Bukankah setiap negara memiliki perbedaan sumber daya manusia dan sumber daya alam?

Schleicher mengungkapkan bahwa kemampuan yang dipelajari setiap anak akan sangat penting bagi keberlangsungan hidup mereka. Tidak hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan mereka. Menurutnya, “ini bukan tentang elit, ini adalah tentang orang miskin yang dipengaruhi globalisasi, mereka adalah orang-orang yang akan kehilangan pekerjaan mereka karena mereka tidak mengikuti keterampilan di sisi lain dunia”, ujar schleicher.

Tes ini berusaha mengingatkan bahwa lembaga pendidikan harus selalu bisa berubah menyesuaikan kebutuhan zaman, terlebih lagi di dunia digital tanpa batas.  

Melalui tes ini pulalah untuk pertama kalinya, dunia bisa membandingkan sistem pendidikan. Negara-negara di dunia bisa saling belajar dan bisa saling melengkapi. Bagaimana tidak, ada negara yang prestasi tesnya sangat bagus, namun tinggi pula tingkat stresnya. Ada negara yang kaya, namun prestasi pendidikannya biasa-biasa saja. Ada juga negara yang prestasi pendidikannya bagus, sekaligus kebahagiaan warganya juga sangat bagus.

Secara keselurhan, dalam tes ini juga akan diperoleh data-data yang lain. Misalnya, hubungan antara orangtua murid dengan sekolah, hubungan kemampuan ekonomi dengan hasil belajar, kenyamanan belajar dengan hasil belajar, dan masih banyak yang lain.

Inilah tes terbesar di dunia. Tes ini bernama The Programme for International Student Assessment atau PISA. Tes yang bermula hanya dengan tiga tema; matematika, sains, dan membaca, dan selanjutnya berkembang sangat luas. Tahun 2012, menambahkan tentang literasi keuangan. Tahun 2015, menambahkan penilaian keterampilan pemecahan masalah kolaboratif siswa. Tahun 2018, ada penambahan kompetensi global, dan rencana tahun 2021, direncanakan mengukur kreativitas.

Sekarang, mari kita tengok negeri sendiri. Indonesia sudah berpartisipasi sejak awal. Berdasarkan hasil tes PISA terakhir, ada peningkatan yang menggembirakan. Meski tidak boleh lupa, bahwa lebih banyak lagi yang harus kita perbaiki.

Kita harus membuka lemari pendidikan kita, dan melihat semua isi yang ada di dalamnya. Satu per satu.

Terimakasih

Author: Ali Fauzi

Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.