Kesalahan Dalam Mengajar Dan Presentasi: “Memulai Dengan Pertanyaan”

Share
ilustrasu gambar: sekolahdasar.net

Oleh: Ali Fauzi

Di sebuah Sekolah Dasar, seorang guru memulai kelas dengan menunjukkan sebuah peta. Lebih tepatnya, potongan peta. Dia menempelnya di papan tulis.

“Siapa yang tahu, peta manakah ini?”, tanya guru tersebut sambil menunjuk gambar.

Salah satu murid menjawab, “Sumatera”. Si guru menjawab, “Bukan. Sedikit lagi”. Yang lain menjawab, “Bali”. Guru menggelengkan kepala. Ada yang menjawab, “Jawa”. Sekali lagi, guru menimpali dengan agak bersemangat, “Hampir,”. Yang lain menyahut,  “Papua”, “Kalimantan”. Dan seterusnya.

Tidak ada kesepakatan kapan sebaiknya melontarkan pertanyaan. Kesepakatan yang ada adalah bahwa pertanyaan yang menarik bisa memantik pikiran dan rasa ingin tahu. Sebenarnya, bukan pertanyaan itu sendiri yang penting. Untuk murid, kemampuan membuat pertanyaan jauh lebih penting.   

Melempar pertanyaan di awal, seringkali seperti menyebar aroma kebingungan. Setelah beberapa murid tidak mampu menjawabnya, murid menduga ini adalah tebak-tebakan dan keberuntungan. Ketika seseorang yang benar-benar tahu dan menjawabnya dengan tepat, maka teman lain akan berfikir tentang kebetulan dan keberuntungan.

Sayangnya, jika orang yang menjawab benar dan kemudian mendapatkan penghargaan padahal dia menebak, maka muncul kesan seolah-olah belajar cukup dengan tebak-tebakan. Tidak perlu berusaha keras untuk yang lainnya.

Jika konteksnya adalah ice breaking dalam bentuk tebak-tebakan, maka memulai dengan pertanyaan adalah sesuatu yang tepat. Kita semua tahu bahwa tebak-tebakkan bukan untuk dijawab, melainkan untuk memunculkan tertawa dan hiburan. 

Itulah alasan kenapa memulai presentasi atau belajar dengan pertanyaan sering tidak efektif.

Kuncinya adalah memilah pertanyaan.

Dalam cerita guru di atas, pertanyaan yang diajukan tidak relevan. Jika berkaitan dengan fakta, maka proses dengan cara langsung menyampaikan pengetahuan dasarnya, kemudian mengucapkan dan menunjukkannya akan jauh lebih efektif. Selanjutnya, kita fokuskan pembelajaran ke area yang lebih menarik dan menggerakkan pikiran.

Dalam pembelajaran atau presentasi, jika harus memulai dengan pertanyaan, maka gunakan prinsip ini,

“Saya tidak meminta anda untuk tahu. Saya meminta anda untuk berpikir”.

Pilihlah pertanyaan yang membuat audiens atau murid untuk berpikir dan bukan menebak-nebak. Pertanyaan seperti berapa hasil 34 X 48 = …, adalah pertanyaan yang murid tidak tahu jawabannya tapi bisa menyelesaikannya jika diminta. Maka, tidak perlu diajukan.

Kita harus bisa membedakan mana yang membutuhkan ingatan dan mana yang membutuhkan analisis berpikir.

Terimakasih.

Author: Ali Fauzi

Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.