Asesmen dan TITANIC

Share
Asesmen dan titanic || sumber gambar: greenscene.co.id

Oleh: Ali Fauzi

Titanic. Banyak orang lebih mengingatnya sebagai judul film ketimbang sebuah nama kapal. Orang lebih mengingat Jack dan Rose (Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet) ketimbang Thomas Andrews, Jr. Orang juga lebih mengenangnya sebagai kisah cinta romantis ketimbang sejarah kehebatan dan keindahan kapal penumpang bernama RMS TITANIC.

Asesmen bisa bernasib sama dengan Titanic. Apa yang sering kita tampilkan dan kita sampaikan ke murid, itulah yang akan lebih mereka ingat.

Murid bisa lebih mengingat tentang nama tes seperti PTS dan PAS ketimbang tingkat kesulitan soal. Murid lebih melihat nilai yang diperoleh dari pada proses belajar dan proses meraihnya. Murid lebih mengenang soal-soal remedial ketimbang feedback yang dia terima.

Salah satu turunan yang mengikuti adalah kata “TUNTAS” lebih menjadi pilihan ketimbang kata  “BISA”.

Batasan TUNTAS sangat vafriatif. Tuntas secara administratif, berarti di atas KKM. Tuntas secara kurikulum, yang berarti terlewatinya seluruh materi ajar yang telah menjadi ketetapan. Tuntas menurut pasar, yang berarti nilai rata-rata yang tinggi untuk memenuhi syarat memeroleh tujuan tertentu, seperti pekerjaan dan masuk perguruan tinggi negeri tertentu. Hingga tuntas secara kualitas, yang berarti murid telah menguasai materi ajar.

Sedangkan kata “BISA” memiliki kombinasi yang lebih sedikit. Makna pertama adalah kemampuan menjadikan pengetahuan sebagai proses diri dalam menyelesaikan masalah. Dalam konteks ini, target utamanya bukan nilai di atas KKM. Itu hanya target ketiga setelah tercapainya peningkatan diri dan pemberian feedback kepada murid. Makna berikutnya adalah istilah “BISA” yang langsung bersanding lurus dengan jawaban di lembar soal.

Analisis pemisahan di atas sudah kurang tepat. Mencoba memisahkan yang secara teori harus bersatu. Seorang guru sudah pasti memiliki kewajiban tuntas secara kualitas, tuntas administratif, serta menjadikan asessmen sebagai bagian dari belajar dengan memberikan feedback yang sepatutnya.

Maka, selamat bagi anda yang sudah berhasil mengubah proses asessmen sebagai ingatan belajar, bukan ingatan tentag level-level administrasi.

Semua tidak ada yang salah sampai kata “RISIKO BESAR” mengiringi seluruh proses pendidikan.

Asessmen adalah kebutuhan pokok dalam proses belajar. Namun, ketika risikonya sangat besar, maka banyak orang menciptakan pintu keluarnya sendiri-sendiri. Misanya, ketika Asesmen Nasional nanti diberlakukan dan jika risikonya adalah nama baik sekolah, maka akan muncul solusi yang variatif mulai dari yang sangat positif sampai yang menggelikan.

Mari, dengan Merdeka Belajar ini, kita ubah memori anak-anak kita tentang ujian dari kalimat “yang penting di atas KKM” menjadi kalimat “murid harus bertambah kemampuannya”.

Tetaplah bergerak, aku ingat sebuah kaidah fiqih yang berbunyi maa laa yudraku kulluhu, laa yutroku kulluhu. Artinya, apa yang tidak bisa kamu capai semuanya, janganlah kau tinggalkan semuanya.

Terimakasih.

Author: Ali Fauzi

Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.