Jika
anda pernah flu atau pilek, anda pasti tahu tulisan di bungkus obat. “Menghilangkan
flu. Bla bla bla dan Mengakibatkan mengantuk”. Hampir setiap obat, kini
menuliskan efek samping sebagai peringatan.
Apakah
kita juga mengharap hal tersebut terjadi pada dunia pendidikan? Jangan-jangan,
kita tidak akan pernah mendapatkannya.
“Berapa
anak tangga yang mampu kalian daki tahun ini?”
Sekarang
sudah bulan April. Akhir tahun pelajaran tinggal satu bulan. Biasanya, semester
dua adalah semester dengan kepadatan kegiatan yang tinggi. Sudah biasa terjadi
saling senggol antara kegiatan dengan proses belajar. Yang tidak boleh kendor tapi
boleh lecet sedikit adalah: S-E-M-A-N-G-A-T.
Sekolah
mengakhiri tahun pelajaran dengan beragam cara. Kalau anda mengakhiri tahun
hanya dengan memberikan rapor kepada siswa dan orangtua murid, seperti biasa
dan tanpa yang lain, berarti anda melakukan hal yang sama seperti puluhan tahun
yang lalu. Pertanyaannya, bukankah memang itu tuntutannya? Betul. Memang tidak
salah melakukan hal tersebut, namun bukankah boleh menambahkan sesuatu yang
lebih baik?
Di
akhir tahun, ini salah satu yang menjadi aktivitasku. Yaitu, rapor anak tangga,
yaitu rapor kemampuan dari murid untuk murid. Rapor ini diisi oleh murid dan
dipersembahkan untuk murid juga. Rapor ini hanya berupa satu atau dua lembar.
“Jangan kuliah di Jerman. Pilih negara lain. Kecuali kamu siap dengan standar yang ketat”.
Itulah kalimat seorang murid yang kutemui bulan lalu, setelah sekian lama dia lulus dari SD tempatku mengajar. Kini, dia kuliah di Jerman. Terlepas dari apakah mayoritas lembaga pendidikan di Jerman menerapkan standar yang ketat atau tidak, saya ingin belajar dari pengalaman muridku tersebut.
Mempermudah anak mendapatkan nilai bagus sama kurang baiknya dengan mempersulit nilai. Keduanya memiliki manipulasi. Mempermudah nilai memiliki risiko yang sangat tidak baik sementara mempersulit nilai menimbulkan tekanan yang bisa mengakibatkan stres.