
Oleh: Ali Fauzi
Pernahkah menjumpai anak dengan kemampuan hebat dalam perkalian dan pembagian, namun kelimpungan saat menghadapi soal matematika dalam bentuk cerita? Mari kita ulik “tipis-tipis” fakta tersebut!
Sebagian besar dari kita, tumbuh dengan perasaan benci terhadap matematika. Bagi anda yang menyukai matematika, pasti akan menolak anggapan tersebut. Tapi ingat, bisa jadi anda adalah minoritas dari jutaan murid yang lain. Kalaupun kata “benci” tidak cukup mewakili, mungkin kata “takut” bisa mewakili. Dan, saking meluasnya rasa takut ini, generasi kita mengenal istilah “matematika sebagai momok”.
Dalam kurikulum sekolah, matematika seolah-olah telah menjadi induk atau ibunya kurikulum. Logika berpikirnya yang rumit dan bertingkat-tingkat, kemudian simbol-simbol yang abstrak, seolah-olah menuntut bakat besar untuk menguasainya. Sayangnya, matematika kemudian menjadi “ibu tiri yang jahat dan dibenci”.