The Judges, Menelusuri Jejak Perjalanan ‘Sang Pengadil’

Share


Pernah dimuat di harian Media Indonesia, 7 Agustus 2005

Judul : The Judges; Sang Hakim
Penulis : Elie Wiesel
Alih bahasa : Sofia Mansoor
Tebal : xiv + 365 hal.
Penerbit : BENTANG, Yogyakarta
Tahun : 2005, cetakan I

Sebuah buku terkadang hadir dengan fantasi luar biasa, cerita kepahlawanan yang apik, dan penuh visi besar, yang kesemuanya menantang keberanian kita untuk melihat dunia di luar diri kita. Sedangkan buku yang lainnya datang lebih halus, lebih bijaksana, mengajak pembacanya berpikir dari dalam dirinya, memberinya kekuatan untuk menanyakan hidup, kepercayaan, Tuhan, tindakan-tindakan sexual, cinta, politik, atau apapun yang mungkin ada dalam pikiran pembacanya. Novel “The Judges”, karya pemenang Nobel perdamaian tahun 1986 ini, merupakan wakil dari type yang kedua. Sebuah novel yang berani, misterius, filosofis, religius, dan bertaburan persoalan-persoalan moral.

“The Judges” mengisahkan sebuah thriller yang tanpa melibatkan pertentangan fisik, sebagaimana karya Clive Barker atau John Grisham. Novel ini juga mengingatkan kita lebih jauh tentang eksplorasi diri secara introspektif dalam karya Albert Camus “The Fall”, juga seperti cerita pendek Sartre “The Wall” yang mengisahkan perpaduan antara kemarahan dan keputusasaan seseorang dalam menghadapi eksekusi.

Novel ini berkisah tentang lima orang penumpang dari pesawat yang terpaksa melakukan pendaratan darurat di sebuah lapangan udara kecil di Connecticut akibat badai salju yang hebat. Pesawat yang sedianya akan membawa mereka dari Amerika Serikat menuju Israel itu, untuk sementara tidak bisa melanjutkan penerbangan.

Setengah jam kemudian, datanglah sejumlah mobil untuk mengangkut seluruh penumpang ke tempat-tempat penampungan sementara, sambil menunggu cuaca membaik. Kelima orang yang akan dikisahkan ini secara kebetulan berada dalam mobil yang sama. Mereka adalah: Claudia, George, Bruce, Yoav, dan Razziel.

Mobil tersebut membawa mereka ke sebuah rumah balok kayu di sebuah desa terpencil dekat pegunungan antara New York dan Boston. Tuan rumah yang menerima mereka adalah seorang lelaki yang menyebut dirinya ‘Sang Hakim’, bersama seorang pelayan dengan panggilan ‘Si Bongkok’. Alih-alih menolong para korban, ternyata Sang Hakim malah menjadikan mereka berlima sebagai tawanan yang harus ikut serta dalam permainan yang telah disiapkannya. Pada akhir permainan nanti, salah seorang dari mereka — yang paling tidak berharga –harus mati.

Teka-teki kematian inilah yang membuat para tokohnya dibiarkan bertutur sendiri-sendiri, mengenali diri dan kediriannya. Dimana mereka harus mengingat kembali perjalanan hidupnya selama ini. George, si Juru Arsip dengan setumpuk rahasia penting negara, juga dengan sebuah rahasia yang bisa menjatuhkan seorang politisi di tangannya; Claudia, si cantik yang bekerja di sebuah teater, baru saja meninggalkan suaminya dan telah menemukan cinta baru; Bruce, seorang calon pendeta yang berubah menjadi perayu ulung dan playboy; Yoav, seorang tentara; serta Razziel, seorang guru agama yang pernah menjadi tahanan politik. Penulis novel ini, Elie Wiesel—yang di tahun 1995 termasuk satu dari lima puluh orang besar Amerika dalam edisi spesial ke-50 Who’s Who In America—mampu menampilkan dan menghidupkan sebuah cerita dengan sangat detail dan menawan.

Semua merasa berhak untuk terus melanjutkan hidup yang berharga ini. Tak ada yang rela mati demi yang lain, sebab di suatu tempat di dunia ini, masih ada orang-orang tercinta yang menanti kedatangan mereka: istri, kekasih, anak-anak, ayah, sahabat, dan lain sebagainya. Mengapa kita, manusia, selalu saja terlambat menyadari betapa beruntungnya diri ini memiliki orang-orang yang dengannya kita dapat berbagi rasa cinta?

Novel ini menarik tidak hanya karena misterius, namun juga penuh dengan pesan-pesan kemanusiaan, sebagaimana juga yang sering diusung Wiesel dalam karya-karyanya. Elie Wielsel, penulis novel ini, adalah penerima 110 gelar kehormatan dan lebih dari 120 gelar yang lainnya. Dia telah menerima beberapa penghargaan atas karya-karyanya, termasuk karya non-fiksinya seperti autobiografi Night (1960), The Jews of Silence (1966), dan A Beggar in Jerusalem (1970). Lebih dari limapuluh buku telah ditulis oleh Wiesel.

Namun, di luar berbagai penghargaan yang diterimanya, dalam ‘The Judges’, yang terbit pertama kali tahun 2002, Wiesel menyajikan cerita lain yang lebih emosional, meski tetap menampilkan sisi humanisme yang selalu disuarakannya tanpa henti. Ironisnya, seperti ditulis dalam pengantar penerbit di buku ini, Wiesel justru diam seribu bahasa tatkala Zionis Israel melakukan pelanggaran kemanusiaan terhadap Bangsa Palestina. Sebagai seorang yang gencar mengkampanyekan isu-isu kemanusiaan, ia memilih bungkam menyaksikan pelanggaran HAM yang terjadi di depan hidungnya itu. Bagaimana bisa ia, yang pernah merasakan sendiri kepedihan akibat kekejaman NAZI, bersikap mendua seperti itu?.

Lewat karyanya ini, Wiesel ingin mengingatkan bahwa betapa masih banyak yang berharga dalam setiap diri dan orang-orang di sekitar kita. Sebuah kenyataan yang akan menyadarkan dan mengingatkan kita terhadap hakekat kemanusiaan itu sendiri. Bahwa setiap tindakan apapun yang melukai orang lain tetaplah patut direnungkan kembali. Demi diri kita, demi kemanusiaan.

Barangkali, apabila yang diinginkan oleh Wiesel adalah sebuah kisah misteri dengan ketegangan dan kejutan yang mempesona, Wiesel tidak sepenuhnya berhasil. Namun, apabila tujuan utama novel ini adalah menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan, maka memang Wiesel-lah salah satu orang yang patut disimak karya-karyanya.

‘Sang Hakim’ Kemanusiaan bisa hadir dalam bentuk siapa dan apa saja. Sesuatu yang kecil bisa menjadi pahlawan hanya gara-gara memaksa kita harus merenungkan kembali nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Di balik aktifitas sebagai mantan pemenang Nobel perdamaian, Wiesel berhasil menampilkan seorang pahlawan kamanusiaan yang lebih hakiki, bernama ‘Sang Hakim’.[]

Author: Ali Fauzi

SEJUTAGURU merupakan tempat untuk berbagi ide, pemikiran, informasi dan kebijaksanaan hidup. Lebih khusus lagi di bidang pendidikan: guru, pendidik, sekolah, dan proses belajar. Pengelola blog ini adalah seorang guru, orangtua, dan selalu siap menerima dan berbagi ilmu.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.