Manajemen Kelas; Kekacauan Yang Terencana adalah Sesuatu Yang Baik

Share

bccsc.org

Oleh : Ali Fauzi

Mari merencanakan sebuah kesibukan di kelas. Merencanakan bising untuk berinovasi. Merencanakan target besar yang melibatkan anak secara langsung. 
Batasan materi pelajaran sering membatasi guru terhadap kemampuan anak. Ada anak yang mampu melampauinya, ada juga anak yang karena alasan tertentu mengalami kesulitan. Bisa jadi, salah satu alasannya adalah karena kurangnya ruang dan waktu bagi anak untuk mencoba dengan gaya belajarnya sendiri.

Mari kita perhatikan!, Suasana kelas tampak diam, tangan terlipat rapi di atas meja, mulut tertutup, dan tak ada gerakan yang berlebihan. Kondisi kelas tersebut bisa saja mengundang tanda tanya. Mereka tertib karena takut atau mereka memerhatikan dengan saksama karena memang menarik.

Siswa yang rapi dan diam ketika belajar masih sering menjadi indikator kesuksesan seorang guru. Padahal, berdasarkan beberapa penelitian, kemampuan seorang anak mampu fokus terhadap sesuatu hanya sekitar 15 menit. Bahkan, beberapa peneliti mengungkap bahwa fokus optimal seorang anak sesuai dengan usia mereka. Jika anak usia 7 tahun, maka tidak jauh dari 7 menit. Dengan kondisi seperti ini, maka menuntut anak mendengarkan ceramah selama 60 menit terus menerus akan menyebabkan banyak waktu yang terbuang.

Sistem pendidikan dengan target materi yang ketat, menimbulkan ketakutan akan ketinggalan. Lebih berbahaya lagi, jika menyebabkan keengganan anak untuk berpikir lebih banyak. Misalnya, buat apa mempelajari sesuatu yang tidak diujikan? Akibatnya, inisiatif menjadi sesuatu yang tidak disukai. Dengan kondisi ini, seolah-olah, lembaga pendidikan memiliki kemampuan prediksi yang harus diikuti. Bahkan beberapa kegiatan ekstrakurikuler cenderung mendorong anak untuk mengikuti jalur yang sudah diprediksi.

Sudah saatnya, para guru mempertimbangkan cara yang lebih baik. Metode yang memberikan ruang dan watu lebih banyak bagi anak untuk menggunakan nalar, panca indera, dan fisiknya untuk memunculkan kreativitas mereka.

Salah satu proses dalam pendidikan karakter, pembelajaran sudah seharusnya berisi aktivitas pencarian, penemuan, percobaan, dan aktivitas saling belajar satu sama lain. Sekitar sepuluh menit, seorang anak harus mendengarkan konsep dasar, aturan, dan prosedur belajar. Aturan dan prosedur yang terencana akan memandu anak untuk bergerak terus menemukan dan mencoba sesuatu sampai menemukan ilmu baru dan menjadi pengetahuan baru mereka. Dengan kebebasan menemukan caranya sendiri, maka anak akan cenderung aktif bergerak.

Proses yang aktif ini akan tampak sebagai kekacauan. Terdengar suara riuh rendah dimana-mana, aktivitas yang bermacam-macam, dan reaksi yang beragam pula. Dengan prosedur dan target yang jelas, maka kekacauan ini menjadi kekacauan yang positif. Sebuah kesibukan yang apabila kita mendekati dan mendengarnya dengan seksama, maka kita menjumpai sebuah proses inovasi.

Umpan balik adalah proses belajar yang harus kita ciptakan. Umpan balik antara guru dengan siswa atau umpan balik antar siswa itu sendiri. Rencanakan sebuah target yang menuntut aktif olah pikir mereka. Kemudian, jika mereka mengalami kesulitan, jadilah pihak yang dapat memberikan umpan balik postif terhadap mereka. Pada level tertentu, jadikan siswa yang lebih mampu dan lebih dahulu menguasai materi sebagai sarana untuk saling belajar antar teman.

Ya, begitulah seharusnya proses belajar. Guru dan siswa berkomunikasi dua arah dengan kualitas, bukan berkomunikasi satu arah.

 

Author: Ali Fauzi

SEJUTAGURU merupakan tempat untuk berbagi ide, pemikiran, informasi dan kebijaksanaan hidup. Lebih khusus lagi di bidang pendidikan: guru, pendidik, sekolah, dan proses belajar. Pengelola blog ini adalah seorang guru, orangtua, dan selalu siap menerima dan berbagi ilmu.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.