Oleh : Ali Fauzi
“bapak… aku saja pak yang ambil gambar”.
“aku saja pak…”.
Dengan penuh semangat, anak-anak kelas 5B tahun pelajaran 2014-2015 SD Al-Azhar Syifa Budi Cibubur-Cileungsi berebut ingin mengambil gambar saat pembuatan film kelas. Kegiatan ini merupakan salah satu metode pembelajaran di sekolah. Mereka tidak lagi belajar dengan cara menghafal materi dan menjawab soal-soal dalam tes. Anak-anak kelas 5B belajar menerapkan sikap hidup dalam seni peran.
Ketika belajar tentang nilai kepedulian, kerja keras, kejujuran, dan sikap-sikap baik lainnya, sudah saatnya anak belajar memecahkan masalah. Keterampilan menjawab soal dalam tes sangat berbeda dengan keterampilan memecahkan masalah sehari-hari. Dalam tes atau ulangan, anak hanya diminta untuk menghafal materi yang sudah dipelajari, sedangkan dalam menghadapi persoalan sehari-hari seorang anak akan belajar tentang dirinya dan orang lain terkait hidup bersama dan berbagi.
Bahkan, hal ini bisa sangat bermanfaat di samping pentingnya refleksi pembelajaran. Anak-anak akan belajar mengenal berbagai karakter, mempertemukannya, hingga membuat sinergi. Lebih jauh lagi, mereka belajar memanfaatkan teknologi untuk kegiatan pembelajaran.
Membuat film pendek sebagai bagian dari proses pembelajaran baru pertama kali mereka lakukan. Namun, ketika akan memulai proses pembuatan, antusias anak-anak sangat tinggi. Kita hanya perlu meyakinkan mereka bahwa membuat film pendek sederhana bisa dilakukan. Dengan tingginya antusias anak-anak tersebut, anak-anak mengusulkan berbagai tema. Ada tema perampokan, tema superhero, dan tema tentang seorang hacker. Itulah tema khas yang muncul dari anak-anak tingkat Sekolah Dasar.
Semangat anak-anak membuat mereka lupa tentang pesan yang ingin disampaikan. Dengan beberapa pengarahan dan pendampingan, maka mereka bisa menentukan tema yang tepat.
Selama proses pembuatan, mereka akan belajar berkomunikasi dengan cara yang berbeda. Belajar memandang persoalan sehari-hari dari sudut pandang orang lain. Dan mereka juga akan belajar menggunakan kreativitas mereka untuk menghasilkan karya yang bisa dinikmati oleh orang lain.
Dalam proses pembagian peran, beberapa kali muncul perasaan marah, kecewa, dan sebal terhadap teman. Saya sebagai guru terus mendampingi mereka agar tetap ingat tujuan dari proses ini semua. Kita mengingatkan bahwa jika mereka tidak mau saling mengerti dan bekerja sama, maka tujuan yang ingin dicapai bisa gagal. Sungguh, dengan proses ini semua, setiap anak akan belajar banyak hal tentang kehidupan, berinteraksi, dan kerja sama.
Saya menjelaskan secara sederhana bagaimana pembuatan naskah, skenario, hingga pengambilan gambar. Memang hanya sedikit. Setidaknya anak memiliki pengetahuan dasar tentang pembuatan film. Karena keterbatasan waktu dan kemampuan, maka proses editing hanya diperkenalkan secara singkat kepada siswa. Anak-anak minimal mengetahui materi dasar mengedit, menggabungkan, dan mengatur suara dalam pembuatan film. Karena masih tingkat SD, semua materinya serba sedikit dan masih dasar.
Saat pemutaran perdana, ada yang malu-malu ketika dirinya muncul di layar, ada yang biasa saja, bahkan ada yang tidak berani menyaksikan film tersebut.
Akhirnya, setelah kita menjelaskan tentang karya-karya yang bermanfaat bagi orang lain, tentang karya-karya yang layak diberikan penghargaan, anak-anak mulai mengerti bahwa karya sesederhana apapun layak mendapatkan penghargaan dan pantas dibanggakan. Mereka pun bangga bisa berkarya, terlebih lagi karyanya bisa diupload di internet.
Belajar memang sudah selayaknya menyesuaikan dengan zaman dimana anak-anak itu hidup. Setelah pembelajaran dan proses pembuatan film tersebut, beberapa orangtua siswa bercerita bahwa anaknya mulai menyukai proses pengambilan gambar dan mengumpulkan foto-foto untuk dijadikan film sederhana. Kumpulan foto mereka jadikan film. Ada juga yang mulai mencoba mengedit potongan-potongan film, dan sebagainya.
Film karya anak kelas 5B tersebut kini bisa disaksikan oleh siapa saja di youtube. Jika kita berkunjung ke www.youtube.com dan mengetikkan “kelas 5B Al azhar syifa budi”, maka akan muncul tiga film pendek karya anak-anak ASBCC di bawah bimbingan Pak Fauzi.
Sebuah proses dalam pendidikan, setidaknya harus ada proses learn to know, learn to do, learn to be, dan learn to life together. Belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar menjadi, dan belajar untuk hidup bersama. Pilar tersebut dirilis oleh UNESCO di akhir dekade tahun 1990-an.
Learn to know. Belajar mengetahui. Selain harus mengetahui fakta-fakta, siswa dilatih untuk bisa menjadi pelajar seumur hidup, dilatih untuk terampil berkonsentrasi, terampil menghafal, memiliki rasa ingin tahu, dan mengetahui cara memecahkan masalah.
Learn to do. Belajar melakukan. Belajar tentang keterampilan hidup, seperti inisiatif, kemauan mengambil risiko, manajemen waktu, komunikasi, inovasi, kepemimpinan, dan kerjasama tim.
Learn to be.Belajar menjadi. “Pendidikan harus berkontribusi pada perkembangan penuh setiap orang—pikiran dan tubuh, kecerdasan, kepekaan, penghargaan, dan spiritualitas.
Learn to life together. Belajar untuk hidup bersama. Siswa dilatih untuk memiliki kesadaran akan kesamaan dan saling ketergantungan semua orang. Belajar memahami orang lain dari sudut pandang mereka dan belajar memahami perbedaan.
Selamat Berkarya!
Author: Ali Fauzi
SEJUTAGURU merupakan tempat untuk berbagi ide, pemikiran, informasi dan kebijaksanaan hidup. Lebih khusus lagi di bidang pendidikan: guru, pendidik, sekolah, dan proses belajar. Pengelola blog ini adalah seorang guru, orangtua, dan selalu siap menerima dan berbagi ilmu.
1 Comment
🙂