
Oleh : Ali Fauzi
Menonton film happy ending sangatlah positif. Ternyata, menonton film yang tidak happy ending jauh lebih banyak manfaatnya.
Film happy ending membuat penontonnya berseri-seri dan berbunga-bunga. Film yang tidak happy ending justru membuat penontonnya bahagia lebih lama lagi.
Profesor komunikasi, Silvia Knobloch-Westerwick dan koleganya di Universitas Ohio State melakukan penelitian yang mengungkapkan bahwa menonton film sedih atau tragis sebenarnya membuat orang merasa lebih bahagia. Orang menjadi lebih meningkatkan perhatiannya pada aspek-aspek yang lebih positif dari kehidupan mereka sendiri.
Film-film hollywood dibuat agar anda merasa lebih baik dan lebih indah. Setiap kali menonton film, sebagian besar dari kita selalu menuntut dan merasa berhak untuk mendapatkan akhir cerita yang indah.
Yang sering kita acuhkan adalah sekelebat pertanyaan, serealistis apa akhir film itu sesungguhnya di dunia nyata.
Dengan film-film yang happy ending, kita bisa melupakan sejenak tentang cicilan, peliknya berita politik, tagihan listrik, tekanan di tempat kerja, bisingnya media sosial, dan percekcokan rumah tangga. Itulah sensasi nonton film, sinetron, dan acara-acara reality show yang lain.
Dalam waktu yang panjang, terbentuklah pola bahwa segalanya harus indah dan bahagia. Akibatnya, rasa syukur menurun karena ukuran yang dipakai adalah standar keindahan di film. Pencapaian-pencapaian kecil dalam hidup mereka, kurang mendapat perhatian dan rasa syukur. Akibatnya, bisa mengurangi kadar kebahagiaan yang dia miliki.
Yuk, belajar dari orang-orang Denmark. Negeri yang sering memeroleh predikat negeri paling bahagia di dunia.
Film-film Denmark sangat sering menampilkan akhir yang suram, sedih, atau tragis. Itulah yang dialami oleh Jessica Joelle Alexander. Menurutnya, film yang menggerakkan emosi kita tanpa memberikan sebuah penyelesaian, cenderung membuat orang merefleksikan kehidupan dalam hubungannya dengan diri mereka sendiri. Bagi masyarakat Denmark, mereka bisa menyetarakan emosi dan masalah yang mereka alami sendiri dari akhir kisah yang tidak bahagia. Kemudian dari situlah mereka memunculkan pandangan kehidupan yang lebih ‘kaya perspektif’ serta penuh rasa syukur. Mereka menyesuaikannya dengan sisi kemanusiaan mereka sendiri.
Hans Christian Andersen adalah penulis Denmark yang paling terkenal dalam sejarah. Dongenngnya sangat banyak dan melegenda. Tidak hanya itu, dongengnya dikisahkan berulang-ulang di berbagai negara.
Namun, banyak orang yang tidak sadar bahwa dongeng asli Andersen tidak memiliki akhir seperti kisah dongeng yang kita harapkan. The Little Mermaid, misalnya, dalam cerita Andersen dia tidak mendapatkan pangeran, tetapi malah berubah menjadi buih lautan karena kesedihan.
Banyak dongeng Andersen yang diubahsesuaikan dengan budaya masing-masing negara. Pada terjemahan Bahasa Inggris, misalnya, orang dewasa memerhatikan dengan detail apa yang menurut mereka tidak boleh didengar oleh anak-anak.
Orang denmark percaya bahwa tragedi dan kejadian menyedihkan seharusnya juga dibicarakan dalam proses pendidikan. Menurut mereka, kita akan belajar lebih banyak pendidikan karakter dari penderitaan daripada kesuksesan. Tentu saja, dengan cara menyikapi yang bijak. Ingat, setiap anak harus menilai kehidupan secara lengkap dari berbagai sisi kehidupan.
Efek positif yang sangat nyata adalah melatih mensyukuri hal-hal sederhana yang sudah kita capai dan memperkaya sudut pandang. Bukannya malah menuntut yang berlebih akibat fantasi keindahan yang berlebihan.
Jika kita mengajari anak-anak untuk mengenali dan menerima perasaan mereka sesungguhnya yang mereka miliki, baik maupun buruk, dan bersikap konsisten sesuai nilai-nilai kebenaran, maka tantangan ataupun jalan terjal bebatuan dalam kehidupan tidak akan menjatuhkan mereka.
Jika terlalu sering asyik dengan film-film happy ending, maka kita akan sering meragukan fakta-fakta kehebatan di dunia nyata. Kita lebih sering nyinyir ketimbang mensyukuri pencapaian kreativitas tertentu. Seolah-olah, keindahan hanya ada dalam film semata.
Salam.
Author: Ali Fauzi
Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.
1 Comment