
Oleh: Ali Fauzi
Usianya sudah setengah abad lebih. Rambutnya mulai memutih. Setelan bajunya selalu rapi. Tidak sulit menebak apa profesinya. Ya, dia menjadi guru SD sudah 30 tahun.
Sore itu sambil ngopi, di sela obrolan ringan kami, dia bercerita tentang kekaguman murid terhadap dirinya. Murid sering sekali bertanya tentang rahasia dirinya yang selalu mampu mengajar tanpa membawa buku dan catatan. Anehnya, selalu mampu menerangkan kepada kita dengan sangat tepat.
Sebagai sesama guru, sedikit banyak aku tentu tahu rahasia itu. Tapi aku tidak ingin terburu-buru dengan kesimpulanku sendiri. Aku hanya memancingnya dengan pujian. “Waw, Keren juga nih…”. Dia pun langsung menimpali, “Bagaimana tidak, saya mengajar pelajaran yang sama sudah sepuluh tahun lebih”. Kami pun tertawa.
Keasyikan seperti ini benar-benar meluas. Ya, asyik dengan cara-cara lama, materi lama tanpa tambahan, tuntutan yang sama dari tahun ke tahun, dan akhirnya ringan tanpa beban. Dalam kondisi seperti ini, guru tidak sepenuhnya salah. Ternyata, ada peta waktu dalam sejarah yang membentuk pola ini.
Sebagian besar guru sekolah adalah orang-orang hebat. Hanya saja, hampir semuanya adalah produk dari sistem pendidikan yang sama. Sistem pendidikan era industri. Hanya sebagian kecil yang produk sistem pendidikan era informasi. Bahkan ketika guru mendapatkan pendidikan di era informasi, mayoritas masih menerima dengan cara dan gaya era industri.
Sementara dengan modal seperti itu, guru harus mampu mengajar di zaman yang sama sekali berbeda dengan dirinya dididik. Maka, guru agak kaget ketika harus mengubah dirinya. Bagaimanapun guru harus mau berubah.
Banyak guru merasa keberatan dan cenderung “melawan” dengan tuntutan ini. Melawan bukan berarti tidak mau sama sekali. Mereka hanya “enggan”. Lihat saja bagaimana riuh rendahnya suara guru ketika uji kompetensi guru ditetapkan nilai minimalnya. Belum lagi kalau kita lihat hasilnya.
Apapun alasannya, baik alasan positif maupun alasan mengada-ada, kita harus ingat bahwa janganlah mengharapkan hasil yang berbeda jika cara mendidik kita masih sama dengan cara yang dipakai 20 tahun yang lalu.
Pertanyaan berikutnya, kenapa bidang pendidikan sangat lambat dalam berubah? Salah satu jawabannya adalah pendidikan merupakan bidang yang paling sulit diukur dampaknya bagi kehidupan. Sekarang, Mari kita lengkapi dengan melihat pola dalam peta waktu sejarah!
Setiap industri memiliki—dalam istilah Kiyosaki—masa jeda yang berbeda. Masa jeda yang dimaksud di sini adalah waktu yang dibutuhkan saat suatu gagasan baru diusulkan sampai pada pengaplikasiannya. Misalnya, ada laporan yang menyatakan bahwa dulu, di dunia teknologi, masa jedanya adalah delapan belas bulan. Inilah waktu dari munculnya gagasan baru hingga mewujud dalam bentuk produk baru.
Sebagaimana dalam catatan Kiyosaki, masa jeda pada era agraria diukur dalam ratusan tahun. Masa jeda era industri meningkat menjadi lima puluh tahun. Masa jeda era informasi diukur dalam setengah tahun.
Kabarnya, industri otomotif memiliki masa jeda 25 tahun. Artinya, gagasan baru yang kita rasakan, lihat, dan saksikan saat-saat ini adalah hasil dari gagasan 25 tahun yang lalu.
Di antara semua sektor industri, industri pendidikan memiliki masa jeda terlama kedua, yakni masa jeda sekitar lima puluh tahun. Industri paling lama dan paling lambat adalah industri konstruksi, dengan masa jeda 60 tahun.
Hitung-hitungan di atas kini mulai berkembang secara tidak teratur. Ada beberapa industri yang mampu menyesuaikan dengan sangat baik, namun ada juga yang tertatih-tatih.
Jika guru tidak berubah dan mengubah mindsetnya dalam mengajar dan mendidik, maka kita bisa membayangkan bahwa anak-anak SD hari ini akan menyaksikan penerapan gagasan-gagasan baru dalam pendidikan saat mereka sudah menjadi kakek dan nenek.
Apakah ini harus terjadi begitu saja? Tidak, jika kita semua memiliki kesadaran dan kemauan yang besar untuk mengubah cara kita mengajar dan mendidik anak-anak kita. Dan perubahan akan segera terjadi, hasil yang lebih baik akan segera kita peroleh.
Guru adalah ujung tombak perubahan ini. Alasan kenapa kita sebagai guru tidak perlu menunggu sistem pendidikan dan kebijakan yang berubah adalah bahwa jangan-jangan sistem pendidikan yang ada secara tidak sadar akan mengikuti pola masa jeda dalam bidang pendidikan.
Kurikulum pendidikan kita berubah setiap sepuluh tahun. Jika setiap guru menggerakkan dirinya untuk berubah dengan cepat, maka perubahan bisa terjadi lebih cepat dari pergerakan perubahan kurikulum.
Terus, kenapa mayoritas guru sangat sulit berubah? Faktornya sangat banyak. Selain faktor-faktor di atas, ada faktor upah, tuntutan yang rendah, infrastruktur, pemerataan akses sumber-sumber pendidikan, dan lain sebagainya.
Ayo kita mulai! Kita pasti bisa.
Author: Ali Fauzi
Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.
2 Comments
Menurut sy, karena 1. ad guru yg blm menyadari bahwa dunia berubah sangat cepat, dan kita sbg guru harus mampu mengimbanginya. 2. Merasa cukup, dg seperti ini saja, muridku sdh pintar2, jd tdk perlu berubah
sip. terimakasih