Jangan Salah Memilih Kata Untuk Disiplin

Share
penanaman disiplin

Oleh: Ali Fauzi

Penulis Adam Grant bersama rekannya, David Hoffman, meneliti di dua rumah sakit yang berbeda. Penelitian ini bertujuan mendorong agar dokter dan perawat lebih sering mencuci tangannya. Mereka memasang dua petunjuk berbeda di dekat tempat sabun dan gel. Hasilnya, di luar dugaan.

Petunjuk I,

“Kebersihan tangan mencegah Anda sakit”

Petunjuk II,

“Kebersihan tangan mencegah pasien bertambah sakit”.

Setelah terpasang (lihat gambar!), lebih dari dua minggu, karyawan yang dipilih dari kedua rumah sakit tersebut secara diam-diam menghitung berapa kali dokter dan perawat mencuci tangannya sebelum dan sesudah menyentuh pasien. Pembandingnya, sebuah tim independen mengukur jumlah sabun dan gel yang digunakan di setiap tempat cuci tangan.

Inilah hasilnya. Petunjuk I, tidak berdampak apapun. Tidak ada perubahan dari sikap sebelumnya. Petunjuk II, hanya mengubah kalimat dan menyebut kata pasien, menghasilkan fakta yang berbeda. Para petugas medis baik dokter maupun perawat mencuci tangan sepuluh persen lebih sering dan menggunakan sabun dan gel 45% lebih banyak.

Inilah kutipan penjelasan Adam Grant secara lengkap.

 

“Memikirkan diri sendiri—sesuai petunjuk I—menimbulkan logika konsekuensi berikut: apakah saya akan sakit dengan cepat? Tentu saja, dokter dan perawat bisa menjawab: TIDAK. Lihat, saya menghabiskan banyak waktu di rumah sakit, saya tidak selalu mencuci tangan, dan saya jarang jatuh sakit. Jadi, mungkin ini tidak berpengaruh pada saya.”

Sebaliknya, memikirkan orang lain yakni pasien—sebagaimana pada petunjuk II—,  dapat menciptakan logika moral sebagai berikut: “Apa yang seharusnya dilakukan orang seperti saya pada situasi seperti ini?” Logika ini mengubah pertimbangan, dari pertimbangan untung-rugi menjadi perenungan terhadap nilai-nilai tentang benar dan salah, yaitu “bahwa saya punya kewajiban profesional dan moral untuk melindungi pasien”.

Penanaman disiplin dan kesadaran terhadap perilaku tertentu sangat efektif jika kita memberikan penekanan pada akibat tindakan kita dan konsekuensinya bagi orang lain.

Cara ini juga sangat efektif dalam dunia pengasuhan dan pendidikan. Namun, pilihan bahasa dan materi harus kita perhatikan dan kita sesuaikan dengan usia anak.

Berikut contohnya:

Ketika masih kecil, orang tua dapat mulai menjelaskan “Jika kamu mendorongnya lagi, dia akan jatuh dan menangis”,  atau “jika kamu berbicara terus saat ulangan, teman-teman kamu tidak bisa konsentrasi dan mengerjakan soal”.

Saat anak lebih besar, orang tua mulai dapat menjelaskan dampaknya pada perasaan-perasaan dasar. Misalnya, “Kau benar-benar menyakiti Meri dan membuatnya sedih ketika kamu merebut bonekanya”.  atau “Ia merasa sedih ketika kamu tak berbagi mainan dengannya persis seperti perasaanmu Jika ia tak mau meminjamkan mainannya padamu”.

“Ia kecewa karena ia bangga dengan menara buatannya dan kamu merobohkannya”.  Atau ketika anak berisik saat adiknya tidur, “cobalah lebih tenang agar ia bisa lebih lama tidur dan merasa segar ketika bangun nanti”.

Di kelas, “Jika kamu tidak diam dan terus bermain, kasihan teman kamu yang ingin serius belajar”.

Dan seterusnya. Silakan mencoba

Author: Ali Fauzi

Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.