“Rapor Anak Tangga”; Manajemen Kelas Akhir Tahun

Share
tangga belajar ||health.detik.com

Oleh: Ali Fauzi

“Berapa anak tangga yang mampu kalian daki tahun ini?”

Sekarang sudah bulan April. Akhir tahun pelajaran tinggal satu bulan. Biasanya, semester dua adalah semester dengan kepadatan kegiatan yang tinggi. Sudah biasa terjadi saling senggol antara kegiatan dengan proses belajar. Yang tidak boleh kendor tapi boleh lecet sedikit adalah: S-E-M-A-N-G-A-T.

Sekolah mengakhiri tahun pelajaran dengan beragam cara. Kalau anda mengakhiri tahun hanya dengan memberikan rapor kepada siswa dan orangtua murid, seperti biasa dan tanpa yang lain, berarti anda melakukan hal yang sama seperti puluhan tahun yang lalu. Pertanyaannya, bukankah memang itu tuntutannya? Betul. Memang tidak salah melakukan hal tersebut, namun bukankah boleh menambahkan sesuatu yang lebih baik?

Di akhir tahun, ini salah satu yang menjadi aktivitasku. Yaitu, rapor anak tangga, yaitu rapor kemampuan dari murid untuk murid. Rapor ini diisi oleh murid dan dipersembahkan untuk murid juga. Rapor ini hanya berupa satu atau dua lembar.

Insya Allah, rapor ini sangat mudah dan tidak menambah beban kita. Paling-paling hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk membuat lembaran tersebut dan hanya satu kali dalam satu tahun. Efeknya, lembaran ini ternyata sangat bermanfaat, yaitu mengetahui apakah seorang anak telah naik ke anak tangga kemampuan yang lebih tinggi secara mandiri atau dia naik karena status saja.

Bagi guru yang ingin mengajarkan rasa syukur dan makna sebuah progress, teknik ini sungguh sangat penting. Namun, bagi guru yang sudah merasa tugasnya selama ini sudah banyak dan tidak berkenan untuk capek-capek memberikan sesuatu yang lebih kepada anak, silakan berhenti membaca dan beralih ke bacaan lain. Kalau tidak ada pilihan, ngopi sachetan juga boleh…

Lembar “Rapor Anak tangga” dibuat di awal tahun. Isinya adalah sederetan materi, baik akademis maupun non-akademis yang mereka pelajari selama setahun ini. Lembar ini mirip apa yang kita sebut dengan “pre-test” dan “post-test”. Sudah punya gambaran, kan?

Di awal tahun, tentu saja, anak-anak lebih banyak mengisi dengan tanda silang. Catatan awal tahun ini harus kita simpan rapi, selanjutnya kita sandingkan dengan lembar yang mereka isi di akhir tahun pelajaran. Dua lembar dengan pertanyaan sama, namun jawaban yang berbeda akan menyadarkan murid tentang perkembangan dirinya.

Biasanya, aku bertanya, “Berapa anak tangga yang mampu kalian daki tahun ini?”

Uang di ATM saja selalu kita pantau saldonya. Lebih banyak tanjakan atau justru turunan yang mendominasi. Anak, tentu saja, lebih berharga ketimbang uang. Pandangan seperti ini saja, masih ada yang membantah. Salah seorang teman menyanggah bahwa ada yang lebih penting dari anak, yaitu proses membuatnya.   

Sebelum kita bicarakan manfaat, mari kita lihat isinya lebih detail. Bagian akademis berisi poin-poin materi pokok setiap bidang studi. Misalnya, aku bisa membaca jam, aku mengetahui perubahan energi, aku bisa membuat iklan sederhana, dst. Bagian non-akademis berisi target-target sikap yang kita didikkan ke murid secara khusus tahun ini. Untuk bagian-bagian lain, silakan dimodifikasi dan ditambahkan.

Beberapa manfaat yang bisa kita peroleh:

Pertama, bagi guru. Ketika seorang guru memutuskan untuk memberi rapor kemampuan ini, maka setidaknya ada tanggungjawab memberikan progress kepada anak, sekecil apapun perkembangannya. Dengan tanggungjawab ini, maka perjalanan belajar layaknya di Taman Safari tidak terjadi. Di taman safari, kita hanya lewat, melihat, dan mengenal dari jauh. Dalam belajar, kita berusaha agar anak tidak hanya mendengar nama materi dan kemudian melewatinya begitu saja.

Proses belajar adalah proses menyentuh, mengalami, dan menggerakkan semua indra tubuh kita.

Kedua, bagi murid. Lembar rapor kemampuan ini akan menjadi papan skor bagi anak-anak. Mereka yang belajar dan bermain, mereka pulalah yang menentukan hasilnya. Tentu saja, hasil itu mereka peroleh dengan bimbingan kita sebagai guru di sekolah, belajar di rumah, dan bimbingan orangtua mereka.

Tugas seorang anak bukannya hanya belajar, bermain, dan berteman? Betul. Mengetahui secara sadar apa yang dihasilkan dari belajar, bermain, dan berteman adalah feedback yang sangat positif dan bermanfaat.

Poin pentingnya adalah bahwa setiap anak akan melihat progress mereka sendiri. Mereka akan menyadari naiknya level diri mereka. Mereka akan menyadari bahwa mereka sudah bergerak dari “zaman kegelapan” menuju “zaman pencerahan”. Hehe. Mereka akan menyadari tentang perkembangan dirinya, kemampuan dirinya, juga usaha yang telah dilakukannya.

Selamat Mencoba. Silakan dimodifikasi dan dikembangkan!

Salam.  

Author: Ali Fauzi

Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.