Memperbaiki Atau Mempercepat? Apa Yang Harus Sekolah Lakukan Saat Siswa Kembali Ke Ruang Kelas?

Share
sumber gambar: fajarpendidikan

Oleh: Ali Fauzi

Sekolah telah mengalami proses pendidikan tanpa pengukuran yang baku. Nilai tes peserta didik merupakan hasil dari proses semu. Mereka belajar di bawah kondisi normal.

Bagaimana tidak, belajar dan tes online memiliki kemungkinan yang sangat luas. Mulai dari keberadaan orang dewasa di sekitar mereka yang siap membantu, sampai munculnya aplikasi foto untuk menjawab soal dan tentu saja kemudahan mendapat bantuan siaga dari sang maestro bernama Google. Inilah proses semu itu.

Engkau boleh tidak setuju dengan kenyataan ini. Namun menutup mata dengan kemungkinan ini juga bukan tindakan yang bijak.

Rekan kami, misalnya, mengajar di kelas sebelas. Proses belajar yang biasanya berjalan cepat, akhirnya harus turun kecepatan sangat jauh karena harus menyesuaikan kondisi yang ada. Kemampuan-kemampuan dasar di kelas sepuluh belum mereka kuasai dengan baik. Uniknya, setiap kali tes online dilaksanakan, hasil tes selalu di atas standar.

Dengan kondisi ini, pembelajaran tatap muka menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi beberapa siswa. Mereka yang selama ini mendapat kemudahan melalui internet, harus berjuang dari awal untuk menutupi nilai bagusnya selama ini.

Maka, hal pertama yang harus sekolah lakukan adalah tes diagnostik. Berdasarkan kurikulum, ada sekian materi yan harus dikuasai setiap tahunnya. Misalnya, dari delapan materi, berapa materi yang sudah siswa kuasai? Jika siswa hanya menguasai dua materi dari delapan materi, maka inilah yang disebut “learning loss”.

Bagaimana cara menyikapi learning loss ini? Memperbaiki atau mempercepat?

Memperbaiki. Maksud dari memperbaiki adalah mengulang materi yang telah hilang. Siswa kelas dua SD belajar kembali materi kelas satu, siswa kelas delapan belajar kembali materi kelas tujuh, dan seterusnya.

Mereka yang memilih mode memperbaiki beranggapan bahwa jika kemampuan dasar yang hilang dibiarkan berlarut-larut maka dalam jangka panjang dampaknya semakin buruk. Tidak hanya level kognitif yang akan bermasalah, melainkan aspek psikologis juga akan sangat terasa.

Model memperbaiki tentu saja membutuhkan tenaga dan waktu yang besar. Ketika rencana kurang baik, bisa saja hasilnya tidak efektif.

Mempercepat.

Meskipun Kompetensi Dasar Esensial sudah menjadi panduan selama PJJ, namun tetap saja para siswa tidak belajar secara normal. Seringkali proses belajar terlepas dari prosedur dan ukuran yang tepat.

Akibatnya, beban sudah berkurang namun ketercapaian belajar juga di bawah standar normal.

Maksud dari mempercepat di sini adalah menyediakan waktu pada dua sampai tiga bulan pertama sebagai triwulan matrikulasi. Materinya adalah kemampuan dasar atau esensial yang diselenggarakan dengan proses cepat dan terukur. Jika sulit membayangkan, model belajar ala Bimbingan Belajar (BIMBEL) adalah contoh yang mudah.

Dengan mempercepat belajar, setidaknya kita menyediakan tempat untuk proses belajar yang terukur. Target mengurangi kesenjangan pengetahuan akibat learning loss bisa teratasi.  Dari sisi waktu dan tenaga tentu tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh model memperbaiki.

“Bukankah di kala normal dan tidak normal, kita juga sudah biasa kebut-kebutan materi?”, sanggah seorang rekan.

Apapun keyakinanmu, asalkan engkau PEDULI terhadap tumbuh kembang siswa, peduli terhadap masa depan bangsa, silakan pilih jalan terbaikmu!

Author: Ali Fauzi

Orangtua, Guru, Penulis, Pembaca, dan Pembelajar.

Artikel terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.